gravatar

Biasa Saja....

“Biasa Wae!” begitu kata seorang teman. Kalau dibahasaIndonesiakan, artinya kurang lebih “Biasa Sajalah!”. Kata biasa sebenamya biasa biasa saja seperti kata-kata yang lain. Namun akan terdengar menggelitik bila. Dikaitkan dengan konteks kata tersebut diucapkan ketika ada seorang teman yang melakukan pesta pernikahan dengan tata cara Islami banyak orang yang tidak setuju. "Mbok, yang biasa saja!"

Yang mereka maksudkan adalah agar pesta pernikahan diselenggarakan sesuai adat kebiasaan, yang bercampur di dalamnya kemaksiatan, pemborosan, bahkan sampal kepada kesyirikan (wa na’udzu billah). Hal itu bisa berarti pengantin wanita yang membuka aurat, campur baur tamu laki laki dan perempuan, prosesi menginjak telur, memberi sesaji ke tempat keramat di desa, dan hal-hal lainnya. Inikah yang dikatakan oleh sebaglan orang sebagai 'biasa’?

Demikian juga ketika ada seorang muslim yang mencoba berislam secara baik, melaksanakan sunnah dan meninggalkan perbuatan bid’ah. Yang anehnya sebagian orang malah bilang, “Mbok berislam yang biasa saja”.

Bila yang dimaksud berislam secara biasa adalah berislam sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah  dan yang diamalkan oleh para sahabat nabi maka hal ini benar. Namun bila yang dimaksud, dengan biasa adalah Islam yang dilaksanakan secara ‘asal-asalan’ atau ‘berlebih-lebihan’ maka ini tentu tidak benar. Karena tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah.

Islam ‘asal-asalan’ adalah berislam sesuai kehendak hawa nafsu. Pilah pilih mana`syariat yang enak menurut hawa nafsunya, jika selera cocok atau klop maka itulah yang dilaksanakan. Sedangkan, syariat yang terlihat berat menurut kaca mata nafsu itulah yang ditolak. Karena kalau sudah menurut hawa nafsu, kebenaran dan dalil kebenaran tidaklah penting. Yang paling pokok adalah hawa nafsu oke dan terpuaskan, masyarakat cocok.

Ada juga yang berislam secara berlebih lebihan. lngin tambah keren dalam ibadah dengan menambah serta memodifikasi ibadah (kaya’ Suzuki Inovasi Tiada Henti…) dan akhirnya terjerumus didalam bid’ah.

Dan ada juga yang menapaki front yang keras dalam beragama. Setelah menapaki tahap-tahap ‘kelebihan’ akhirnya mereka sampai kepada mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sekelompok dengan mereka. Tentu hal ini juga menyelisihi sunnah, karena kita diperintahkan didalam Al Qur’an QS. Ali Imran : 159 dan QS. An Nahl : 125 agar penuh hikmah didalam berda’wah. Gara gara pemahaman begini mereka tidak segan menjarah kehormatan saudaranya sesama muslim dan bahkan ada yang sampai membunuh orang yang tak sepaham, padahal hanya masalah yang bersifat itjitihadiyah.

Berislam yang benar adalah berislam dengan mengikuti jejak Rasulullah saw dan para sahabatnya serta orang-orang yang konsisten didalam mengikuti sunnah. Lalu bagaimana jika kita sudah berusaha mengikuti jalan yang lurus itu, tetapi ternyata masih ada orang yang benci dan itu pasti masih menganggap kita aneh? Maka jawabnya, ‘Ah, itukan biasa saja !!’.

Diketik dari Majalah el-fata.vol.06.No.01/2006.hal.01 dengan sedikit perubahan redaksi

Pengikut